Kamis, 05 Januari 2017

Kekerasan dalam pacaran



                                                         Manusia dan Harapan

            Sudah menjadi hal yang umum sepasang manusia menjalin kasih yang dapat disebut juga dengan istilah berpacaran. Pacaran itu sendiri merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan (menurut wikipedia). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar).
             Namun, dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita tidak sengaja melihat suatu bentuk kekerasan dalam berpacaran. Seharusnya dalam berpacaran memberikan kenyamanan tiap pasangannya bukan malah menyakiti pasangannya. Seperti contohnya sebuah film yang saya saksikan beberapa minggu yang lalu. Tokoh-tokohnya yaitu tokoh utama diperankan oleh Melati (korban) yang mempunyai kekasih bernama Jaka (pelaku kekerasan) yang merupakan kakak dari Rena (sahabat Melati), dan Bimo yang berperan sebagai sahabat melati. Sedikit review dari film tersebut yaitu Melati mempunyai kekasih bernama Jaka. Sejak awal berpacaran semua baik-baik saja akan tetapi seiring berjalannya waktu hubungan mereka mulai tidak harmonis. Jaka sering mengejek dan memaksakan kehendak jika Melati tidak menuruti kemauannya bahkan terkadang Jaka melakukan kekerasan fisik seperti menjambak rambut Melati. Melati sangat mencintai Jaka lantas memafkan kesalahannya. Tidak hanya disitu, Jaka juga sering meminta uang kepada Melati. Karena Melati sudah bekerja maka ia menuruti saja kemauan Jak jika tidak Jaka akan marah-marah. Puncak kemarahan Jaka saat ia menuduh Melati berselingkuh dengan Bimo yang sebenarnya adalah sahabat Melati sendiri. Melati kemudian disiksa di dalam mobil. Dengan sekuat tenaga akhirnya ia berhasil melepaskan diri dari Jaka. Semenjak itu hubungan mereka berakhir.
            Kekerasan dalam film tersebut digambarkan dari kekerasan emosional, fisik hingga materi. Atas dasar cinta seseorang dapat menuruti kemauan pasangannya walaupun bukan hal yang baik sekalipun. Disinilah harusnya sebagai pasangan kita harus berani berkata “tidak” kepada pasangan kita sendiri. Jika pasangan terus memaksa dan melakukan kekerasan sebaiknya dilaporkan ke pihak yang berwajib agar ia tidak mempunyai kesempatan untuk melakukannya lagi. Budaya timur memperlihatkan kepada kita bagaimana hubungan sepasang kekasih saling menghormati, menyayangi pasangan tanpa menyakiti. Semua orang seharusnya saling menjaga pasangannya. Bukan melakukan kekerasan yang hanya menimbulkan masalah di kemudian hari.
           Hubungannya filem tersebut dengan tema manusia dan harapan adalah si Melati ini menaruh harapan pada pasangannya yang bernama jaka, harapan melati adalah agar pasangannya yang bernama jaka dapat merubah sifat nya yang arogan, dan lebih menghargai perempuan. Seiring berjalannya waktu harapan tersebut belum pernah terwujud sampai akhirnya si melati memilih mengakhiri hubungnya dengan jaka. Setelah hubungan mereka berakhir, jaka pun mendapat pasangan baru, akan tetapi sifat jaka belum berubah sampai akhirnya jaka pun di tuntut dan dipenjara. Atas kejadian tersebut Melati berharap jaka bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan intropeksi diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar